Rabu, 18 Maret 2015, 10 :08 Wib
Kekasih ISIS-ku
Erelle pertama kali menerima pesan Bilel sekitar pukul 10 malam April tahun lalu. "Assalamualaikum, adinda. Apakah kamu muslim? Apa pandanganmu terhadap mujahidin? Apakah kamu ingin ke Suriah?”
Erelle takjub. Bilel adalah pejuang ISIS kelahiran Prancis berasal usul Aljazair yang semula berada di Irak bergabung bersama Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin ISIS, dan kemudian pindah bersama-sama ke Suriah.
Melodie yang digambarkan dalam profil palsu itu sebagai gadis dari kampung miskin di daerah selatan Prancis yang hanya punya ibu yang bekerja berjam-jam, tanpa ayah atau saudara laki-laki.
Melodie menjawab Bilel dengan ragu bahwa dia telah masuk Islam dan ingin belajar menjadi musim yang saleh. Pesan-pesannya itu dibarengi dengan wajah yang selalu tersenyum. Dan terang saja Bilel menjadi semakin jatuh cinta.
Beberapa hari kemudian Bilel mengirimnya foto dirinya di atas satu Jeep sembari menenteng senjata. Lalu dia mengaku mencintai Melodie dan memintanya datang ke Suriah.
"Begitu kamu sampai di sini, kamu akan diperlakukan bak seorang putri," kata Bilel. "Inilah alasan gadis-gadis pergi ke sini. Ini adalah impian mengenai kehidupan yang baik. Kamu akan punya kehidupan yang indah, apartemen besar dan banyak anak."
Bilel lalu mengajak Melodie mengobrol lewat Skype.
"Saya sama sekali tak melihat orang yang akan membunuh atau memperkosa Anda, sejenak itu tak terlupakan. Dia lalu menatap saya dan begitu saya menatap matanya saya tak melihat apa-apa, tidak ada agama, tidak ada perasaan. Dia bukanlah lelaki baik-baik," kata Erelle yang sedang menyamar sebagai Melodie itu.
Erelle sebenarnya bimbang karena menyamar sebagai gadis yang sepuluh tahun lebih muda darinya. Erelle sendiri berperawakan kecil mungil. Dia mengenakan hijab dan sedikit makeup untuk menutupi siapa dia sebenarnya di hadapan Bilel.
"Aneh sekali rasanya berpura-pura baik kepada seorang teroris," ucap Erelle. Tapi Bilel makin terpesona, "Kamu membuatku sering tertawa."
Beberapa hari kemudian Bilel menunjukkan siapa dirinya dengan menceritakan peperangan berdarah untuk merebut Raqqa pada 2013 dari tentara Suriah yang menguasai kota itu. Dia lalu menceritakan dia kerap memukul, menyiksa dan memenggal tahanan-tahanan ISIS.
"Dia ternyata pembohong, dia sangat mengagung-agungkan dirinya, tapi dia juga adalah orang yang mampu melakukan kekejaman yang luar biasa...tak ada sisi manusiawi dalam dirinya.”
Bertualang
Nama asli Bilel adalah Rachid. Dia dibesarkan di Roubaix di Prancis utara. Erelle kemudian mengetahui pria ini kerap terlibat kejahatan sebelum kabur ke Irak manakala teradikalisasi pada 2000.
Sebagai tangan kanan Al-Baghdadi, dia memikul tiga tugas di Suriah: rekrutmen, mengumpulkan pajak dan mengomandani pasukan.
Setiap hari ada saja rekrutmen baru dari Eropa. "Mereka belajar bahasa Arab pagi hari dan menembak pada sore hari.” Para rekrutan baru ini ditempatkan di sebuah asrama dan pada malam hari diajari mengaji oleh seorang guru agama.
"Dua pekan setelah itu, mereka akan dinilai, yang pintar akan ditempatkan pada tugas-tugas khusus, seperti kontraspionase," kata Bilel kepada Melodie.
Setiap kali Bilel berbicara dia langsung mengeceknya ke berbagai kontaknya di Suriah dan petugas keamanan Prancis. "Seperti umumnya pembohong, dia kadang lupa apa yang telah diucapkannya, lalu membicarakan cerita berbeda sehingga saya harus memeriksa semuanya."
Suatu waktu dia memuji para pelaku serangan bunuh diri ISIS. "Para pembom bunuh diri adalah yang paling kuat di antara kami semua.”
"Bayangkanlah seorang gadis seperti Melodie terpesona. Gadis-gadis seumur itu merasa seorang diri dan tiba-tiba saja ada lelaki berusia 38 tahun yang hampir dua kali umurnya, yang punya begitu banyak petualangan yang luar biasa, yang bermanis-manis kepada si gadis dan bilang pada si gadis bahwa dia mencintainya dan ingin berbicara pada si gadis 1.000 kali setiap hari," kata Erelle.
Begitu mengetahui Melodie telah menjadi tunangan Bilel, seketika Melodie menjadi selebriti bagi teman-teman onlinennya di komunitas muslim militan di Internet tersebut.
"Ini juga yang mungkin berperan dalam hilangnya tiga gadis Inggris itu," kata Erelle.
Semula Melodie menolak ajakan Bilel untuk pergi ke Raqqa karena tak mau meninggalkan ibunya, lagi pula dia mengaku tak berani pergi jauh-jauh.
Tapi Bilel tak menyerah untuk terus membujuk Melodie pergi ke Suriah. "Dia menjamin saya pasti mematuhinya. Dia ingin tahu apakah saya punya uang untuk membeli tiket. Jika tidak dia dan organisasinya yang kaya raya akan membiaya saya."
Diselundupkan ke Suriah
Polisi Prancis membuat peringatan untuk gadis-gadis yang pergi ke Suriah musim panas lalu, sehingga Bilel menyuruh Melodie memutar dahulu ke Amsterdam, Belanda.
Melodie akhirnya setuju pergi ke Suriah dengan syarat ditemani temannya Yasmin yang berusia 15 tahun. Tentu saja profil ini pun palsu.
Bilel lalu mengatakan, begitu kami sampai di Amsterdam maka saya harus mengganti nomor ponsel, lalu mengabarinya bahwa mereka akan terbang dari Amsterdam ke Istanbul.
Di Istanbul, Melodie dan Yasmin akan ditemui seorang wanita kiriman ISIS, istilahnya adalah seorang “maman”, yang juga akan menemani mereka ke Suriah.
Erelle tertarik untuk menemui si 'maman'. "Saya ingin menemui 'maman' ini," kata dia . "Saya perempuan dan saya tak habis pikir bagaimana bisa seorang perempuan tega menyerahkan gadis-gadis teramat muda ini kepada para lelaki ini untuk dinikahi. Jadi ini mungkin pribadi. Saya ingin melihat wajah perempuan ini."
Ternyata tidak hanya itu pesan Bilel, si pemuda militan ini menitipkan pada Melodie untuk membelikan Egoiste dari Chanel.
"Ini fakta lain dari petempur-petempur itu. Mereka bilang mereka menolak Barat, mereka menyatakan antikapitalis, tapi mereka suka barang mewah dan merek-merek desainer terkenal, mereka memakai sepatu Nike dan mengenakan kacamata Ray-Ban bersama seragam militer mereka. Ini juga cara lain untuk membujuk anak-anak muda dengan berkata, ‘Saya dulu juga miskin seperti kamu tapi lihatlah saya sekarang.’”
Di Amsterdam, timbul masalah. Bilel meminta Melodie dan “Yasmin” pergi sendirian mengingat “maman” tidak bisa menjemput karena masalah keamanan.
Begitu tiba di Istanbul, mereka mesti mengambil penerbangan domestik ke Urfa, Turki tenggara, lalu menunggu instruksi dari sana. Melodie mengaku dia takut. "Kami sudah besar," kata Bilel menghibur. "Banyak orang Eropa pergi setiap minggu dengan harapan bergabung dengan kami. Allez, malionne!”
Namun Melodie menolak melanjutkan perjalanan dengan alasan polisi di mana-mana dan dia ingin pulang. "Untuk pertama kali saya membantah dia. Dia tak suka itu,” kata Erelle. “Dia berteriak, mengerikan sekali. Dia marah kepada saya karena menolak melanjutkan perjalanan." Dia berkata, 'Kamu membuat saya tampak bodoh di depan hirarki di sini. Ini sulit dimaafkan.”
Bilel tampak ingin segera memutus hubungan, namun itu tak mudah. Dia masih percaya Melodie ada, dan dia berkata: “Saya tahu siapa kamu, hanya dalam perkara menit untuk menemukan kamu dan membuhuhmu.”
Erelle pertama kali menerima pesan Bilel sekitar pukul 10 malam April tahun lalu. "Assalamualaikum, adinda. Apakah kamu muslim? Apa pandanganmu terhadap mujahidin? Apakah kamu ingin ke Suriah?”
Erelle takjub. Bilel adalah pejuang ISIS kelahiran Prancis berasal usul Aljazair yang semula berada di Irak bergabung bersama Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin ISIS, dan kemudian pindah bersama-sama ke Suriah.
Melodie yang digambarkan dalam profil palsu itu sebagai gadis dari kampung miskin di daerah selatan Prancis yang hanya punya ibu yang bekerja berjam-jam, tanpa ayah atau saudara laki-laki.
Melodie menjawab Bilel dengan ragu bahwa dia telah masuk Islam dan ingin belajar menjadi musim yang saleh. Pesan-pesannya itu dibarengi dengan wajah yang selalu tersenyum. Dan terang saja Bilel menjadi semakin jatuh cinta.
Beberapa hari kemudian Bilel mengirimnya foto dirinya di atas satu Jeep sembari menenteng senjata. Lalu dia mengaku mencintai Melodie dan memintanya datang ke Suriah.
"Begitu kamu sampai di sini, kamu akan diperlakukan bak seorang putri," kata Bilel. "Inilah alasan gadis-gadis pergi ke sini. Ini adalah impian mengenai kehidupan yang baik. Kamu akan punya kehidupan yang indah, apartemen besar dan banyak anak."
Bilel lalu mengajak Melodie mengobrol lewat Skype.
"Saya sama sekali tak melihat orang yang akan membunuh atau memperkosa Anda, sejenak itu tak terlupakan. Dia lalu menatap saya dan begitu saya menatap matanya saya tak melihat apa-apa, tidak ada agama, tidak ada perasaan. Dia bukanlah lelaki baik-baik," kata Erelle yang sedang menyamar sebagai Melodie itu.
Erelle sebenarnya bimbang karena menyamar sebagai gadis yang sepuluh tahun lebih muda darinya. Erelle sendiri berperawakan kecil mungil. Dia mengenakan hijab dan sedikit makeup untuk menutupi siapa dia sebenarnya di hadapan Bilel.
"Aneh sekali rasanya berpura-pura baik kepada seorang teroris," ucap Erelle. Tapi Bilel makin terpesona, "Kamu membuatku sering tertawa."
Beberapa hari kemudian Bilel menunjukkan siapa dirinya dengan menceritakan peperangan berdarah untuk merebut Raqqa pada 2013 dari tentara Suriah yang menguasai kota itu. Dia lalu menceritakan dia kerap memukul, menyiksa dan memenggal tahanan-tahanan ISIS.
"Dia ternyata pembohong, dia sangat mengagung-agungkan dirinya, tapi dia juga adalah orang yang mampu melakukan kekejaman yang luar biasa...tak ada sisi manusiawi dalam dirinya.”
Bertualang
Nama asli Bilel adalah Rachid. Dia dibesarkan di Roubaix di Prancis utara. Erelle kemudian mengetahui pria ini kerap terlibat kejahatan sebelum kabur ke Irak manakala teradikalisasi pada 2000.
Sebagai tangan kanan Al-Baghdadi, dia memikul tiga tugas di Suriah: rekrutmen, mengumpulkan pajak dan mengomandani pasukan.
Setiap hari ada saja rekrutmen baru dari Eropa. "Mereka belajar bahasa Arab pagi hari dan menembak pada sore hari.” Para rekrutan baru ini ditempatkan di sebuah asrama dan pada malam hari diajari mengaji oleh seorang guru agama.
"Dua pekan setelah itu, mereka akan dinilai, yang pintar akan ditempatkan pada tugas-tugas khusus, seperti kontraspionase," kata Bilel kepada Melodie.
Setiap kali Bilel berbicara dia langsung mengeceknya ke berbagai kontaknya di Suriah dan petugas keamanan Prancis. "Seperti umumnya pembohong, dia kadang lupa apa yang telah diucapkannya, lalu membicarakan cerita berbeda sehingga saya harus memeriksa semuanya."
Suatu waktu dia memuji para pelaku serangan bunuh diri ISIS. "Para pembom bunuh diri adalah yang paling kuat di antara kami semua.”
"Bayangkanlah seorang gadis seperti Melodie terpesona. Gadis-gadis seumur itu merasa seorang diri dan tiba-tiba saja ada lelaki berusia 38 tahun yang hampir dua kali umurnya, yang punya begitu banyak petualangan yang luar biasa, yang bermanis-manis kepada si gadis dan bilang pada si gadis bahwa dia mencintainya dan ingin berbicara pada si gadis 1.000 kali setiap hari," kata Erelle.
Begitu mengetahui Melodie telah menjadi tunangan Bilel, seketika Melodie menjadi selebriti bagi teman-teman onlinennya di komunitas muslim militan di Internet tersebut.
"Ini juga yang mungkin berperan dalam hilangnya tiga gadis Inggris itu," kata Erelle.
Semula Melodie menolak ajakan Bilel untuk pergi ke Raqqa karena tak mau meninggalkan ibunya, lagi pula dia mengaku tak berani pergi jauh-jauh.
Tapi Bilel tak menyerah untuk terus membujuk Melodie pergi ke Suriah. "Dia menjamin saya pasti mematuhinya. Dia ingin tahu apakah saya punya uang untuk membeli tiket. Jika tidak dia dan organisasinya yang kaya raya akan membiaya saya."
Diselundupkan ke Suriah
Polisi Prancis membuat peringatan untuk gadis-gadis yang pergi ke Suriah musim panas lalu, sehingga Bilel menyuruh Melodie memutar dahulu ke Amsterdam, Belanda.
Melodie akhirnya setuju pergi ke Suriah dengan syarat ditemani temannya Yasmin yang berusia 15 tahun. Tentu saja profil ini pun palsu.
Bilel lalu mengatakan, begitu kami sampai di Amsterdam maka saya harus mengganti nomor ponsel, lalu mengabarinya bahwa mereka akan terbang dari Amsterdam ke Istanbul.
Di Istanbul, Melodie dan Yasmin akan ditemui seorang wanita kiriman ISIS, istilahnya adalah seorang “maman”, yang juga akan menemani mereka ke Suriah.
Erelle tertarik untuk menemui si 'maman'. "Saya ingin menemui 'maman' ini," kata dia . "Saya perempuan dan saya tak habis pikir bagaimana bisa seorang perempuan tega menyerahkan gadis-gadis teramat muda ini kepada para lelaki ini untuk dinikahi. Jadi ini mungkin pribadi. Saya ingin melihat wajah perempuan ini."
Ternyata tidak hanya itu pesan Bilel, si pemuda militan ini menitipkan pada Melodie untuk membelikan Egoiste dari Chanel.
"Ini fakta lain dari petempur-petempur itu. Mereka bilang mereka menolak Barat, mereka menyatakan antikapitalis, tapi mereka suka barang mewah dan merek-merek desainer terkenal, mereka memakai sepatu Nike dan mengenakan kacamata Ray-Ban bersama seragam militer mereka. Ini juga cara lain untuk membujuk anak-anak muda dengan berkata, ‘Saya dulu juga miskin seperti kamu tapi lihatlah saya sekarang.’”
Di Amsterdam, timbul masalah. Bilel meminta Melodie dan “Yasmin” pergi sendirian mengingat “maman” tidak bisa menjemput karena masalah keamanan.
Begitu tiba di Istanbul, mereka mesti mengambil penerbangan domestik ke Urfa, Turki tenggara, lalu menunggu instruksi dari sana. Melodie mengaku dia takut. "Kami sudah besar," kata Bilel menghibur. "Banyak orang Eropa pergi setiap minggu dengan harapan bergabung dengan kami. Allez, malionne!”
Namun Melodie menolak melanjutkan perjalanan dengan alasan polisi di mana-mana dan dia ingin pulang. "Untuk pertama kali saya membantah dia. Dia tak suka itu,” kata Erelle. “Dia berteriak, mengerikan sekali. Dia marah kepada saya karena menolak melanjutkan perjalanan." Dia berkata, 'Kamu membuat saya tampak bodoh di depan hirarki di sini. Ini sulit dimaafkan.”
Bilel tampak ingin segera memutus hubungan, namun itu tak mudah. Dia masih percaya Melodie ada, dan dia berkata: “Saya tahu siapa kamu, hanya dalam perkara menit untuk menemukan kamu dan membuhuhmu.”
Post a Comment